Oleh Made Nariana
JOKOWI, Presiden kita yang sebentar lagi akan lengser selalu memberi semangat supaya rakyat Indonesia memiliki semangat optimisme. Betul!. Hidup ini tidak boleh pesimis. Selalu semangat, semangat dan semangat. Namun apa betul dapat begitu? Selama koruptor tetap merajalela di Indonesia, rasanya sulit kalau rakyat diminta selalu semangat!.
Budaya korupsi di negeri kita tidak dapat dipungkuri. Mereka yang sudah kaya raya tidak kurang apa pun masih korupsi. KPK tetap bergerak, tetapi apa daya — Ketuanya sendiri juga dipecat yang seharusnya menjadi teladan dalam pemberantasan korupsi.
Jokowi dan sebentar lagi, penerusnya kini Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming Raka, akan meneruskan cita-cita menuju Indonesia Emas tahun 2045. Ibu Kota Nusantara (IKN) yang akan menjadi ibukota baru dikebut dibangun, sebagai lambang Indonesia Emas. Tetapi pembangunan IKN masih selalu mendapat resistensi (penentangan) dari sebagian elit dan rakyat Indonesia.
Penetapan Prabowo-Gibran sebagai pemenang pemilu 2024, juga mendapat tentangan banyak pihak. Sepanjang tahun akan ada kesan pasangan dengan proses cacat konstitusional dan etika. Cerminan ada “dissenting opinion” 3 hakim MK dalam sidang gugatan hasil pilpres memberikan gambaran. Tiga dari 8 hakim berbeda pendapat. Lima lawan tiga (5-3), memang kalah tiganya. Tetapi gambaran ini juga memberikan bayangan, bahwa rakyat Indonesia juga akan tetap terpolarisasi seperti hakim MK tersebut.
Kalau hal ini tidak dapat dibereskan, (sebab prinsip dasarnya adalah soal demokrasi) yang dianggap mati – maka gonjang-ganjing di masyarakat akan terus terjadi. Anggapan ini saya kutip dari sejumlah pengamat lewat media sosial.
Bahkan ada yang mengatakan, Indonesia Emas akan tercapai, hanya buat anak-anak pejabat dan para koruptor. Sementara rakyat, tetap akan membeli beras dan lauk pauk dengan mahal. Kondissi kesenjangan menyangkut kemiskinan akan makin melebar. Rakyat boleh bebas menghujat di media sosial, tetapi tetap merasakan tidak ada demokrasi sesuai tujuan gerakan reformasi tahun 1998.
Ada yang berpendapat, demokrasi lahir tahun 1998, dan mati di jaman Jokowi menjadi Presiden sampai tahun 2024. Padahal Jokowi sendiri lahir menjadi pemimpin negeri ini, justru karena adanya reformasi.
Membayangkan Indonesia Emas 2045, tentu negeri Konoha ini akan makmur tahun itu. Bahkan menjadi negeri ketiga atau keempat di dunia yang penduduknya sejahtera. Apalagi ada gerakan makan gratis dari Presiden baru. Apakah betul demikian?
Banyak yang ragu, termasuk saya sendiri. Keraguan ini muncul, jika pemimpin baru ini tidak mampu membersihkan Indonesia dari para koruptor yang masih merajalela. Sepanjang budaya tersebut diteruskan, jangan harap akan ada Indonesia Emas bagi seluruh rakyat.
Kalau toh ada, barangkali Indonesia emas hanya buat anak-anak pejabat di atas sana saja. Semoga anggapan saya ini salah…..(*)